Basilides


Basilides adalah salah satu dari beberapa tokoh ajaran Gnostik yang terkenal di sekitar awal tahun 100. Sama seperti kebanyakan tokoh Gnostik lainnya, ia mengaku memiliki kedekatan dengan salah satu dari Para Rasul. Dalam hal ini, ia mengaku sebagai murid langsung dari Matias, rasul pengganti Yudas Iskariot. Ia juga mengaku sebagai murid Glausias, murid Rasul Petrus.

Catatan-catatan tentang diri dan ajarannya banyak ditemukan dari tulisan-tulisan orang-orang sejamannya seperti Irenaeus, Hippolytus dari Roma dan Clement dari Alexandria, tapi tidak dari tulisan Basilides sendiri. Irenaeus mencatat bahwa Basilides percaya bahwa yang tersalib ukanlah Yesus, melainkan Simon dari Kirene yang dicatat sempat membantu Yesus memanggul salib (Markus 15:21). Ini terjadi karena Yesus dan Simon bertukar tubuh. Jiwa Yesus masuk ke dalam tubuh Simon, dan sebaliknya. Para prajurit dengan tidak sadar menyalibkan tubuh Yesus yang isinya adalah jiwa Simon. Sementara itu, Yesus di dalam tubuh Simon menertawakan peristiwa penyaliban lalu kembali kepada Bapa tanpa melalui kebangkitan. Jiwa orang-orang diselamatkan oleh pengetahuan (gnosis) yang diajarkan oleh Yesus dan tubuhnya akan binasa. Oleh karena pemahamannya ini, Basilides juga menganggap sia-sia kematian martir yang membela iman akan salib Yesus.

Sanggahan akan kebenaran penyaliban Yesus masih tetap ada hingga sekarang, hampir 2000 tahun kemudian. Ada yang berkata bahwa yang disalib bukan Yesus, melainkan Yudas Iskariot. Ada yang berkata bahwa memang Yesus yang disalib, tapi Dia tidak benar-benar mati. Hanya mati suri. Ada lagi yang berkata bahwa memang Yesus mati, tapi tidak bangkit. Melainkan tubuh-Nya dicuri Para Rasul (Matius 28:11-15). Di tengah tekanan sanggahan-sanggahan tersebut, iman Kristen tetap berdiri teguh sepanjang jaman, berdasarkan keyakinan akan historisitas peristiwa kematian dan kebangkitan Yesus di salib. Berdasarkan kesaksian para penulis Alkitab, yang adalah saksi-saksi mata langsung, bahwa Yesus sungguh-sungguh mati dan sungguh-sungguh bangkit. Begitu pentingnya peristiwa penyaliban dan kebangkitan, semua kitab Injil ditutup dengan catatan tentang hal-hal tersebut. Dalam surat-suratnya, Paulus juga meyakinkan para pembaca akan kebenaran sejarah dari peristiwa-peristiwa ini (lihat misalnya 1 Korintus 15:3-8). Bahkan ia pernah berkata bahwa kalau Kristus tidak sungguh-sungguh bangkit, sia-sialah iman kita (1 Korintus 15:14).

Selain tentang peristiwa penyaliban dan kebangkitan Yesus, berbagai ajaran tradisi-onal Kekristenan tentang Yesus juga terus mendapat serangan dari berbagai pihak. Sering dari mereka yang mengaku sebagai “ahli”, baik tentang sejarah atau bahkan tentang Kekristenan. Tapi kalau dipikir, bukankah lebih masuk akal untuk percaya kepada para saksi mata yang memang pernah bertemu langsung dengan Yesus dan mencatatkan pengalamannya di Alkitab? Daripada percaya kepada mereka yang hanya mereka-reka tentang Dia 2000 tahun kemudian?